The Flash | Review Film


The Flash (2023)
Sutradara: Andres Muschietti
Genre: Superhero, Sci-fi

(Mild spoiler alert!)

Film 'The Flash' (2023) terjadi setelah kejadian pada film 'Justice League' (2017 & 2021), di mana Barry Allen aka. Flash menyadari bahwa ia bisa kembali ke masa lalu dengan kekuatan supernya. Dengan keputusasaan bahwa ayahnya tidak bisa bebas dari penjara karena kurangnya bukti untuk membuktikan bahwa ia tidak membunuh istrinya, Barry mendapatkan ide untuk kembali ke masa lalu dan mencegah kematian ibunya. Barry ingin memperbaiki masa lalunya. Keputusan itu kemudian merusak fabrik waktu dan mengganggu kestabilan semesta.

Secara umum, filmnya cukup bagus ketika sedang mencoba untuk serius, meski sebagian besar porsi film ini memberikan kesan bahwa film ini meremehkan dirinya sendiri. 

Penyusunan plotnya cukup rapi, terutama pada bagian time travel yang sangat masuk akal. Namun tidak diimbangi dengan naskah dan eksekusi yang sungguh-sungguh. Komedinya tidak cukup matang, tetapi cukup bisa menghasilkan tawa. 

Adegan-adegan perkelahian dalam film 'The Flash' sangat sangat bagus, apalagi jika dibandingkan dengan kebanyakan film superhero lainnya. Michael Keaton sebagai Batman mungkin telah memberikan perkelahian fisik plus penggunaan gadget Batman yang sangat memuaskan. Hal ini tentunya didukung dengan performa akting Michael yang totalitas, sejalan dengan arahan sutradara yang ingin membuat Bruce Wayne dalam film ini se-eksentrik pada film orisinilnya di tahun 1989.

Berbicara soal film orisinil, 'The Flash' berhasil untuk membawa kita bernostalgia dengan Batman klasik, mulai dari menunjukkan seberapa cerdas seorang Bruce Wayne, sampai jubah Batman yang dapat mengembang. Bat-plane yang juga terlihat dalam trailer dan posternya, didesain dengan siluet Batman yang sedang terbang versi raksasa. Batmobile pun tidak kalah elegan dengan bodi khasnya.

Performa Ezra Miller bisa dibilang tidak sempurna, tetapi cukup bagus untuk kelas aktor Hollywood. Akting terbaiknya tentunya dalam memberikan reaksi terhadap kembaran palsunya dalam film ini. Interaksi dua Barry Allen terasa sangat realistik karena tampak seperti dua orang yang saling bercakap, bukan seperti satu orang yang sedang berbicara ke tembok.

Kostum baru Flash sangat bagus dan lebih tidak terlihat kaku, seperti dalam Justice League. Namun karakternya sendiri sangat-sangat cerewet dan menyebalkan, terutama ketika sedang berada dalam adegan komedi. Namun kemunculan Barry Allen kedua, yang jauh lebih menyebalkan, membuat Barry yang asli terpaksa harus lebih serius dan dewasa, yang akhirnya membuat kita lebih nyaman untuk mengikuti perjalanannya dalam film ini. Karakter Barry Allen seharusnya bisa didesain menjadi menyebalkan bagi orang-orang di sekelilingnya, tanpa harus membuat penonton ikut terganggu dalam menikmati filmnya.

Kryptonian yang diperankan oleh Sasha Calle pun dieksekusi dengan sangat baik. Dia memerankan Superman alternatif bernama Kara. Saya tidak akan menjelaskan panjang mengenai karakternya supaya tidak spoiler, tetapi yang jelas performanya yang sangat bagus. Kharisma Sasha seolah mengatakan bahwa seharusnya dia yang memerankan Superman pada film 'Man of Steel' (2013).

Love-interest Barry Allen dalam film ini adalah Iris West, seorang jurnalis muda teman lama Barry. Walaupun punya potensi, sayangnya pengenalan karakter Iris dalam film ini sangat tidak natural. Iris West mungkin lebih baik dihilangkan yang mana juga tidak terlalu menganggu plot utamanya. Ada beberapa karakter seperti ini yang terliaht buruk di layar karena arahan sutradara yang kurang baik. Untungnya karakter pendamping lain, seperti Alfred dan Nora Allen (ibu Barry), tampil sangat baik dalam film ini.

Kekurangan yang paling menonjol dari film ini adalah buruknya penggunaan CGI atau VFX. Di jaman yang sudah modern seperti ini, rekayasa komputer dalam film 'The Flash' terlihat sangat palsu dan tidak rapi. Rendahnya kualitas CGI ini entah disengaja atau tidak, tetapi yang jelas cukup mengganggu bagi penonton yang tahu bahwa kualitas efek komputer tersebut bisa lebih bagus lagi. 

Hampir semua efek terlihat palsu kecuali efek untuk membuat Barry Allen kembar dua. Didukung oleh performa Ezra sendiri, dua Barry Allen tersebut terlihat sangat meyakinkan. Tone warna dalam film ini pun menarik, yaitu filter gelap yang khas hanya dipakai di film-film DCEU. 

Dengan James Gunn yang sekarang merupakan co-CEO DCEU yang akan berperan besar dalam kualitas film-film ke depan, film 'The Flash' ini tampaknya merupakan sebuah alat untuk melakukan reboot terhadap kontinuitas cerita pada universe sebelumnya. Terutama karena kita tidak akan melihat lagi aktor-aktor di Justice League untuk meneruskan cerita mereka pada DCEU yang baru ini, karena berbagai alasan. Pasalnya film 'The Flash' kali ini menyuguhkan konsep semesta alternatif secara gamblang, bahkan menunjukkan bahwa timeline mereka sudah dirusak oleh Barry Allen secara permanen.

Semoga setelah film 'The Flash' ini, DC dapat menyuguhkan film-film superhero yang lebih berkualitas sekaligus memuaskan, mulai dari segi penceritaan, sampai komitmennya dalam mengadaptasi aspek-aspek terbaik dalam komiknya.

Di luar itu, film 'The Flash' ini sendiri masih belum memuaskan secara sinema, kecuali bagi pecinta film superhero ataupun penonton yang mencari tayangan ringan dengan bumbu aksi-aksi superhero. 

Bagaimana kesanmu setelah menonton film ini? Tuliskan di kolom komentar di bawah ya!


Comments