Kurban dan Korban


KURBAN & KORBAN
oleh Adi Suprayitno

Menurut KBBI online, kurban adalah persembahan kepada Allah, seperti biri-biri, sapi, unta yang disembelih pada hari Lebaran Haji atau Idul Adha. Contoh kalimat: Ia menyembelih kerbau untuk kurban. 
KBBI mencatat kata ”korban” sebagai salah satu kata baku. Kata ini kadang diartikan sama persis dengan kurban, yaitu pemberian untuk menyatakan kebaikan atau kesetiaan. Lebih sering, kata tersebut dimaknai sebagai orang atau binatang yang menderita atau mati akibat suatu kejadian, perbuatan jahat, atau bencana.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993), korban bermakna orang, binatang, dsb yang menderita dan mengalami malapetaka akibat satu kejadian, perbuatan jahat. Misalnya, kita mendengar korban banjir, korban bencana alam, korban pembunuhan, korban kecelakaan.

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Abdul Mu'ti menjelaskan secara bahasa, kata kurban dimaknai sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT. Menurut dia, makna kurban berbeda dengan istilah 'korban' yang artinya pihak yang dirugikan atau mendapatkan kesialan.

Terlepas dari istilah kata, Ibadah kurban yang dilakukan kaum muslimin pada hakikatnya adalah bentuk rasa syukur atas nikmat yang telah Allah SWT berikan.
Kurban termasuk sunnah muakkad yaitu sunnah yang dianjurkan dengan penekanan lebih kuat (hampir mendekati wajib). Jika dilakukan mendapatkan pahala, tetapi jika tidak dikerjakan tidak mendapatkan dosa. 
Contoh amalan yang hukumnya sunnah muakkad antara lain adalah shalat hari raya Idul Fitri, Idul Adha, shalat Witir, shalat Tarawih, sholat Tahajud, shalat Gerhana, dan sunnah Istisqa (shalat sunnah untuk memohon diturunkan hujan).
"Hukum berkurban adalah sunah muakkadah bagi umat Islam yang sudah baligh, berakal, dan mampu," tulis MUI dalam Fatwa MUI nomor 32 tahun 2022.

Sedangkan tujuan dari kegiatan kurban ini selain meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, juga meningkatkan rasa kebersamaan dan kekompakan.

Hukum kurban kambing untuk keluarga adalah diperbolehkan, namun harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Apabila sudah memenuhi persyaratan kemudian berkurban maka semua anggota keluarga akan mendapatkan pahala atas ibadah tersebut.
Kurban dan Aqiqah tidak ada kaitan apapun, karena aqiqah bukan syarat sahnya ibadah kurban, begitu pula sebaliknya. Tidak seperti hubungan shalat dan wudhu, keduanya berkaitan dan tak bisa dipisahkan. Karena wudhu menjadi syarat sahnya shalat, tanpa wudhu shalat tidak sah.

Binatang untuk kurban biasanya adalah Jantan tetapi sebenarnya Betina juga tidak dilarang asal memenuhi beberapa syarat.

Para ulama telah merinci secara jelas tentang pemahaman cacat hewan yang tidak diperbolehkan untuk kurban adalah sebagai berikut:
Al-Amya yaitu buta total pada kedua mata
Al-Aura Al Bayyin ‘Uruha yaitu buta sebelah total
Maqthu’ah al-Lisan Kulliha yaitu lidahnya yang terputus
Maqthu’ah Ba’dh al-Lisan yaitu putusnya sebagian lidah
Al-Jad’a yaitu terpotong pada hidung
Maqthu’ah al-Udzinain aw Ihdahuma yaitu putus telinga meskipun salah satu, termasuk juga cacat telinga bawaan
Maqthu’ah Ba’dh al-Udzun yaitu terpotong sebagian telinga
Al-Arja’ al-Bayyin ‘Urjuha, yaitu tidak mampu berjalan, seperti berjalan dari tempat awal menuju ke tempat penyembelihannya
Al-Jadzma, yaitu tidak memiliki tangan (kaki depan) dan kaki belakang, keseluruhan atau sebagian, baik cacat kemudian maupun cacat bawaan
Al-Jadzza’ yaitu hewan kurban betina yang terputus ujung susunya atau kering karena tidak bisa memproduksi susu
Maqthu’ah al-Ilyah yaitu hewan yang terputus ekornya kecuali bawaan semenjak lahir
Maqthu’ah al Miqdar al-Katsir Min al-Ilyah yaitu sebagian besar ekornya terputus
Maqthu ‘ah al-Dzanab yaitu hewan yang tidak memiliki atau patah pada ujung bawah/ paling belakang dari tulang punggungnya
Maqthu’ah al Miqdar al-Katsir Min al-Dzanab yaitu sebagian besar dari Dzanab-nya tidak ada
Al-Maridhah al-Bayyin Maradhuha yaitu hewan yang tampak jelas sakitnya
Al-Ajfa Ghair al-Munquyah yaitu hewan yang sakit parah pada bagian dalam tulangnya, atau sumsum sehingga dapat ditandai dengan tidak mampu berjalan atau tanda-tanda kondisi lemah lainnya
Musharramah al-Athibba yaitu hewan yang pernah diobati karena sakit lalu tidak lagi mampu memproduksi air susu
Al-Jallalah yaitu hewan yang memakan kotoran akibat lama terkurung.

Kisah atau sejarah qurban berawal dari persitiwa Nabi Ibrahim yang akan menyembelih putranya yang bernama Nabi Ismail. Kemudian disyiarkan oleh Nabi terkahir Muhammad SAW yang menganjurkan umat Islam untuk menyembelih hewan kurban pada setiap hari raya Haji atau Idul Adha. 
Tetapi menurut ajaran Kristen, yang akan disembelih oleh nabi Ibrahim waktu itu adalah putranya yang bernama Ishak.
Masih menurut Kristen, sejak zaman Adam dan Hawa hingga zaman Yesus Kristus, umat Tuhan mempraktikkan hukum pengurbanan. Mereka diperintahkan untuk mempersembahkan sebagai kurban yang sulung dari ternak mereka. Hewan ini haruslah sempurna, tak bercacat.
Setelah Yesus mengorbankan dirinya maka ummat Kristen tidak perlu berkurban lagi, tetapi diganti dengan sakramen perjamuan kudus yaitu makan roti dan minum anggur untuk mengenang tubuh dan darah Yesus.

Bagi ummat Muslim yang berkurban di Hari Raya Iedul Adha, dagingnya boleh dibagikan untuk dinikmati semua orang termasuk yang bukan Muslim. 
Untuk daging kurban karena bernazar, dagingnya hanya untuk orang Muslim.
Sepertiga bagian kurban diberikan kepada shohibul kurban beserta keluarganya, sedangkan duapertiga sisanya merupakan hak orang lain.
Yang berhak mendapat daging kurban adalah kerabat, teman, dan tetangga sekitar meski mereka berkecukupan. Fakir miskin juga berhak mendapatkan daging hewan kurban tetapi lebih baik mereka didahulukan.
Selamat menikmati daging kurban tetapi jangan berlebihan, tetap jaga kesehatan.

Terima kasih telah membaca artikel ini.
Salam sehat Adi Suprayitno.

Comments