Mengapa Ada Film Jelek?


Mengapa Ada Film Jelek
oleh Andika Hilman

Kalau kita bisa berandai-andai, di dunia yang ideal, mengapa tidak semua film kualitasnya bagus? Mengapa tidak semua film drama sebagus 'Titanic', tidak semua film superhero sebagus 'The Dark Knight', atau tidak semua film animasi sebagus 'Puss in Boots: The Last Wish' misalnya. 

Mengapa ada film jelek? 

Bagus memang relatif, tetapi ada alasan lebih di balik itu. Adanya film jelek adalah karena film tersebut 'sengaja' tidak dibikin bagus. Begini penjelasannya:

Film yang bagus butuh perencanaan yang matang, termasuk sebelum film tersebut dibuat. Bahkan kualitas sebuah film bisa diprediksi sebelum filmnya dibuat.

Sebelum syuting dimulai ataupun sebelum ceritanya ditulis, kualitas sebuah film bisa diatur oleh rumah produksi film (di Hollywood sering disebut sebagai 'film studio'). Contoh rumah produksi besar di Indonesia adalah Soraya Intercine, MNC Pictures, atau MD Pictures. Hollywood juga punya nama-nama besar seperti Warner Bros, Sony, Universal Pictures, dan lain sebagainya. Rumah produksi inilah yang bisa menjamin kualitas film yang akan kita tonton. 

Namun bagaimana caranya? 

1. Resources
Masih ingat 'Doctor Strange: Multiverse of Madness'? Cara Marvel Studio untuk menjamin bahwa film tersebut akan bagus adalah dengan memilih sutradara film Spiderman 2, yaitu Sam Raimi. Jika sutradara tersebut dibebaskan untuk berkarya tanpa tuntutan yang terlalu banyak, kualitas film tersebut pun akan semakin bagus.

Namun hal tersebut tidak cukup. Mereka harus memilih orang-orang terbaik di setiap aspek film ini, seperti penulis naskah, pemain, departemen kamera, departemen art dan properti, makeup, kostum, dan lain sebagainya. Bahkan film yang bagus tidak terlepas dengan bagusnya kualitas manajemen jadwal, kru, akomodasi, pemilihan lokasi, casting, sampai manajemen finansialnya.

Film yang bagus pun biasanya pun butuh waktu pengerjaan yang lama. Walaupun semakin lama proyek tersebut maka semakin banyak uang yang harus dikeluarkan untuk biaya kru per harinya. Film yang diburui-burui seringkali membuat kualitas akhir film tersebut menurun.  

Ada banyak sekali aspek yang dapat mempengaruhi kualitas sebuah film. Semakin banyak orang-orang terbaik yang direkrut untuk mengisi posisi-posisi tersebut, maka semakin terjamin juga kualitas film tersebut.

2. Budget
Masalahnya, semakin bagus atau ternama kru yang direkrut, maka semakin mahal pula ongkos yang harus dikeluarkan oleh rumah produksi tersebut. Mereka juga harus menghitung berapa kira-kira pendapatan yang bisa didapatkan oleh film tersebut. Masuk akal jika mereka memperkerjakan orang-orang terbaik yang di beberapa aspek untuk menghemat pengeluaran. 

Sebuah film romantis mungkin lebih butuh penulis naskah yang bagus dibandingkan dengan kualitas kamera dan CGI yang bagus. Namun di satu sisi, mereka harus mengorbankan kualitas gambar mereka. 

Walaupun pada kenyataanya, justru mereka lebih butuh tim marketing yang bagus dan pemilihan aktor-aktor terkenal dibandingkan dengan penulis naskah ataupun sutradara yang bagus. Mereka tahu bahwa selama ini kualitas naskah dan sutradara tidak terlalu mempengaruhi banyaknya penonton yang akan datang untuk menonton film tersebut.

3. Legacy
Selain itu, mereka juga tidak bisa memilih sutradara kondang terus-terusan. Mereka juga harus memberi kesempatan untuk nama-nama baru. Sutradara film 'Spiderman: No Way Home', Jon Watts, merupakan nama yang relatif baru di dunia film superhero. Film tersebut bisa sangat dicintai oleh penonton karena Jon diberi kesempatan untuk menyutradarai film Spiderman sejak 'Spiderman: Homecoming'. Semakin tinggi jam terbangnya, maka skillnya pun akan meningkat. Jon pun menjadi orang yang paling mengenal Spiderman di MCU ini, sehingga di puncak triloginya, Jon tahu bagaimana membuat film yang paling cocok untuk spiderman.

Jika nama-nama baru ini berkembang, maka mereka bisa menggantikan nama-nama besar setelah mereka berhenti. Semakin banyak nama-nama bagus yang mereka punya, maka semakin banyak pula film yang bisa mereka bikin. Industri film pun bisa tetap berjalan baik. Namun resikonya, rumah produksi ini harus siap bahwa film-film yang dipercayakan oleh nama baru tersebut punya kemungkinan yang lebih besar untuk gagal.

4. Target
Sebuah rumah produksi juga punya strategi terhadap film-film yang mereka buat. Ada film yang memang dibuat sebagus mungkin supaya orang suka dengan IP yang mereka punya. Ada film yang memang ditergetkan untuk menyentuh box office. Terkadang mereka juga membuat film-film murah untuk menutupi budget yang mereka sudah keluarkan untuk proyek lain. Bahkan ada film yang memang diciptakan untuk masuk dalam nominasi film bergengsi seperti Oscar ataupun untuk festival-festival film. Semua hal tersebut bisa direncanakan dan ada "formulanya".

Sama seperti perbedaan 'Avengers: Infinity War' (IW) dan 'Avengers: Endgame'. Marvel Studio mendesain IW sebagai film Avengers yang dramatis dan sinematik. Film tersebut fokus di aspek 'seni' dan nuansa yang lebih serius dan 'epic', baik dari segi penulisan maupun palet warna yang digunakan. 

Sedangkan Endgame didesain 100% untuk fans yang telah mengikuti kisah Avengers selama 10 tahun. Proyek terakhir tersebut didesain sebagai 'roller-coaster emotion' yang membawa perasaan kita naik turun. Filmnya memiliki durasi yang sangat lama karena mereka mau memasukkan segala hal yang fansnya inginkan. Jika IW didesain sebaga film Avengers terakhir yang terbaik secara sinematik, Endgame didesain sebagai hadiah untuk para fans. 

5. Taste
Setiap film juga punya 'target audience'-nya masing-masing. Film animasi paling bagus sepanjang masa tidak akan ditonton untuk orang-orang dewasa yang lebih suka tontonan serius. Film 'Paw Patrol' yang akan tayang pun tidak bisa dibandingkan dengan film animasi dewasa seperti 'Shrek', walaupun sama bagusnya. 

Saat ini, film superhero adalah genre yang paling laku dan bisa menjangkau berbagai kalangan, maka dari itu tidak heran jika mereka fokus pada hal tersebut. Genre horor, action, komedi, dan romantis pun tidak pernah mati, sehingga menguntungkan bagi rumah produksi untuk tetap memproduksi film-film bergenre tersebut. Di satu sisi, mereka juga harus mencoba genre-genre baru dan berharap genre tersebut bisa menjadi favorit baru penonton mereka, sehingga kemudian bisa diproduksi dalam jumlah besar.

Film bagus memang subyektif dan 'tampaknya' tidak bisa diprediksi sampai filmnya benar-benar jadi. Namun film bagus, ataupun film jelek, bisa direncanakan. Jadi jangan heran jika film yang kamu tonton jelek, bisa jadi karena memang banyak orang yang membeli tiket untuk film-film jelek tersebut.

Film jelek akan terus dibuat selama ada yang menonton.


Comments